Ringkasan Eklusif
Berdasarkan Pasal 11 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006, Badan Pemeriksa Keuangan dapat memberikan pendapat kepada DPR, DPD,DPRD, Pemerintah Pusat/Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia,Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya. Pendapat yang diberikan BPK termasuk di antaranya perbaikan di bidangpendapatan, pengeluaran, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dantanggung jawab keuangan negara.
BPK telah menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan pada setiap semester dan/atau laporan hasil pemeriksaan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya, serta juga kepada pemerintah pusat/daerah. Berdasarkan hasil pemantauan BPK, BPK masih menemukan adanya permasalahan pengelolaan keuangan negara yang belum terselesaikan dan penting untuk segera diselesaikan.
Terhadap permasalahan tersebut, BPK memberikan pendapat kepada pemerintah dengan tujuan untuk menyelesaikannya dalam rangka memperbaiki pengelolaan dantanggung jawab keuangan negara serta memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Salah satu tujuan negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD Tahun 1945 adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Untuk memenuhi amanat tersebut, pemerintah telah menerbitkan peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaannya serta membangun Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berdasarkan UU Nomor 40 Tahun
2004 tentang SJSN. SJSN merupakan program negara yang bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau keluarganya, di antaranya jaminan di bidang kesehatan. UU tersebut mengamanatkan penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pemerintah telah menyusun Peta Jalan JKN 2012-2019 dengan menetapkan 8 sasaran yang akan dicapai pada tahun 2019. Namun, sasaran tersebut belum sepenuhnya tercapai. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan bahwa masih terdapat permasalahan mendasar dalam pelaksanaan Program JKN baik terkait dengan kepesertaan, pelayanan,maupun pendanaan. Permasalahan tersebut banyak yang belum terselesaikan, yaitu:
1. Kepesertaan
Pemerintah belum dapat memenuhi target pencapaian Universal Health Coverage (UHC), karena:
- Sistem data base kepesertaan Program JKN belum terintegrasi dengan sistem data base kementerian/lembaga/instansi lain yang dapat mendukung validitas data kepesertaan, serta belum mampu merespon dinamika perubahan kependudukan sehingga data kepesertaan Program JKN belum disajikan secara valid dan real time.
- Identitas kepesertaan Program JKN belum dijadikan syarat dalam pengurusan pelayanan publik, termasuk layanan perbankan.
2. Pelayanan
Masyarakat peserta Program JKN belum mendapatkan pelayanan yang optimal, karena:
- Pendefinisian Kebutuhan Dasar Kesehatan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 belum dinyatakan secara jelas.
- Pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien belum dapat dilakukan dengan cepat karena terkendala dengan permasalahan administrasi.
- Pelayanan kesehatan, baik berupa sebaran sumber daya kesehatan (dokter/tenaga medis/sarpras/alat kesehatan) dan ketersediaan obat/kebutuhan farmasipada setiap wilayah belum merata.
- Pengelolaan penyediaan obat baik kuantitas, jenis, maupun waktu belum dilakukan secara optimal.
- Pelayanan kesehatan belum didukung dengan penapisan teknologi kesehatan, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang memadai, serta penerapan atau updating INACBG’s tidak dapat dilakukan sesegera mungkin
- Pelayanan kesehatan Rumah Sakit (RS) yang melebihi tarif INACBG’s berisiko memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan pasien.
3. Pendanaan
Defisit dalam pendanaan penyelenggaraan Program JKN terus terjadi meski pemerintah telah memberikan bantuan keuangan kepada Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, karena:
- BPJS Kesehatan belum memiliki mekanisme pengumpulan iuran yang efektif terutama untuk menjamin kolektibilitas dan validitas besaran iuran segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).
- Penetapan dana kapitasi belum memperhitungkan norma kapitasi berupa sumber daya manusia serta kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan yang dimiliki Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
- Pelayanan kesehatan yang semestinya dapat dituntaskan pada FKTP namun dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), serta pelayanan kesehatan promotif dan preventif pada FKTP belum optimal.
- Aplikasi verifikasi klaim pelayanan kesehatan pada BPJS Kesehatan masih perlu dilakukan perbaikan, karena belum dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengelolaan beban pelayanan kesehatan.
- Pemerintah belum optimal dalam menyelesaikan defisit keuangan DJS Kesehatan sehingga berisiko memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan.
- Kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terhadap pendanaan Program JKN di luar iuran Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN) daerah belum optimal.
Atas permasalahan tersebut, BPK berpendapat bahwa pemerintah harus segera:
1. Mewujudkan data tunggal peserta Program JKN yang valid dan real time antara lain dengan melakukan integrasi sistem data base kepesertaan Program JKN dengan sistem data base kementerian/lembaga/instansi lain.
2. Mewujudkan pencapaian target UHC dengan melakukan koordinasi kelembagaan dalam penyempurnaan/penyusunan peraturan dengan memasukkan kriteria identitas kepesertaan Program JKN sebagai syarat dalam pengurusan pelayanan publik, termasuk layanan perbankan.
3. Mewujudkan masyarakat peserta Program JKN agar mendapatkan pelayanan yang
optimal dengan:
- a. Mendefinisikan Kebutuhan Dasar Kesehatan secara jelas sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004.
- Memperluas penerapan penerbitan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan finger print dalam layanan administrasi baik pada tingkat FKTP maupun tingkat FKRTL.
- Memetakan sumber daya kesehatan secara komprehensif dan menyusun pentahapan dalam rangka pemenuhan dan pemerataan sumber daya kesehatan di Indonesia.
- Memperbaiki pengelolaan pemenuhan obat dengan melibatkan kementerian/ lembaga/daerah, fasilitas kesehatan milik pemerintah/swasta, dan penyedia barang.
- Mengefektifkan penapisan dan pembaruan teknologi kesehatan, menetapkan dan memutakhirkan PNPK secara berkala dan bertahap sesuai dengan skala prioritas, serta melakukan evaluasi atas aplikasi Diagnostic Related Group (Grouper) dalam rangka memperoleh alternatif solusi untuk mempercepat proses updating pada aplikasi grouper.
- Melakukan evaluasi atas tarif INACBG’s untuk meningkatkan efisiensi dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan secara obyektif.
4. Mewujudkan kesinambungan kemampuan keuangan DJS Kesehatan sehingga
meminimalisir defisit keuangan, yaitu dengan:
- Menyusun mekanisme pengumpulan iuran yang efektif untuk menjamin kolektibilitas dan validitas besaran iuran terutama dari segmen PPU dan PBPU.
- Melakukan reformasi besaran pembayaran kapitasi kepada FKTP dengan mengacu pada standar besaran tarif dan capaian indikator kinerja yang merujuk pada kualitas pelayanan medis dan nonmedis yang diberikan, kelengkapan sumber daya kesehatan, serta kepatuhan dan komitmen dalam pencegahan kecurangan.
- Melakukan reformasi peran FKTP yang merupakan garda terdepan dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia, melalui optimalisasi dana bidang kesehatan dari APBN/APBD di fasilitas kesehatan milik Pemerintah dalam rangka meningkatkan upaya promotif, preventif, dan pola rujukan layanan kesehatan yang ideal.
- Melakukan penyempurnaan aplikasi verifikasi klaim pelayanan kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan mempertimbangkan risiko kecurangan yang mungkin terjadi.
- Mengatasi defisit keuangan DJS Kesehatan sesuai dengan kemampuan fiskal.
- Mendorong kolaborasi pendanaan dengan pemerintah daerah sehingga
memberi ruang bagi APBD untuk berkontribusi dalam Program JKN