KPK adakan Webinar membahas Corruption Risk Assesment pada regulasi Sektor Kesehatan, DJSN tegaskan pentingnya peran operasionalisasi regulasi terkait pelaksanaan JKN

KPK adakan Webinar membahas Corruption Risk Assesment pada regulasi Sektor Kesehatan, DJSN tegaskan pentingnya peran operasionalisasi regulasi terkait pelaksanaan JKN

Jakarta (03/06) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ajak DJSN menjadi pemateri dalam Webinar "Corruptions Risk Asessment (CRA) Series kedua yang berfokus pada Pengembangan Sistem CRA pada Regulasi Sektor Kesehatan.

Webinar Series 2 tersebut merupakan agenda KPK dalam mensosialisasikan CRA kepada K/L terkait, Pemda, Akademisi, Praktisi Kesehatan, maupun kepada masyarakat umum yang diharapkan dapat memanfaatkan CRA untuk mendukung perbaikan penyusunan regulasi maupun aturan pemerintah dari sektor regulasi kesehatan.

Niken Ariati, Ketua Satgas Pencegahan pada Direktorat Wilayah IV KPK menjelaskan CRA merupakan alat yang dirancang untuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor penyebab korupsi pada peraturan perundang-undangan (Systemic Analysis and Assesment = emptive removal of corruption causing factors). Sistem atau alat tersebut dapat mencegah biaya ekonomi dan sosial yang timbul akibat dari korupsi dengan menghilangkan faktor penyebab korupsi dalam suatu regulasi.

"Selain oleh KPK, CRA dapat digunakan dan pelajari sesuai dengan konteks dan kewenangan masing-masing serta dapat digunakan oleh Akademisi, Pemda, K/L dan semua yang ingin melakukan perbaikan dalam regulasi" - Jelas Niken terkait CRA.

Dalam kesempatan tersebut, Iene Muliati S.Si, M.M, FSAI, Anggota DJSN dari Unsur Tokoh dan atau / Unsur Ahli sekaligus Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN menyampaikan paparan terkait Tata Kelola SJSN dan Pencegahan Potensi Fraud. Ia juga menjelaskan terkait upaya DJSN yang saat ini sedang menyusun Draft regulasi terkait pencegahan Fraud pada JKN dan membuka kemungkinan kerjasama dengan KPK terkait upaya tersebut.

Ia menyambut baik adanya CRA yang di adopsi oleh KPK dan menegaskan bahwa ketika regulasi sudah dibuat nantinya hal yang menentukan adalah bagaimana turunan dari UU atau regulasi dan bagaimana implementasi serta operasionalisasi dari regulasi yang telah dibuat tersebut.

"Kunci dari regulasi adalah pada Operasionalisasi regulasi tersebut, karena dalam tataran operasional sifatnya sektoral dan inilah potensi yang menimbulkan ketidakseimbangan dalam JKN. Selain itu, peran Pemda dan Asosiasi Profesi adalah hal yang penting lainnya untuk membantu mengurangi potensi fraud dalam JKN" - ungkap Iene.

Iene berharap CRA dapat diberengi dengan adanya koordinasi, komunikasi, edukasi, dan sosialisasi kepada semua pihak. Selain itu juga harus dapat mempertimbangkan keseimbangan kondisi sosial dengan kemampuan keuangan yang ada.

Hal penting lainnya adalah perhatian terhadap pengaruh faktor perilaku manusia yang membuat kebijakan tersebut agar kepentingan yang ada dapat didukung dengan adanya kesamaan perspektif regulasi untuk menghindari adanya disharmoni antar satu kebijakan dengan kebijakan yang lainnya.

Disamping itu, Profesor dan peneliti ahli dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Universitas Gadjah Mada, Prof. Laksono Trusnantoro MSc PhD dan drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE dalam paparannya mejelaskan hasil kajian terhadap penerapan CRA pada fraud Pelayanan Kesehatan dan JKN. Prof Laksono secara khusus menyampaikan harapannya kepada DJSN untuk dapat mendorong adanya regulasi pencegahan fraud dalam JKN agar mampu meningkatkan efisiensi penyelenggaraan JKN.

Sementara itu, drg. Puti pun menyampaikan harapannya kepada seluruh peserta webinar yang berasal dari berbagai latar belakang agar dapat mengakses dan memanfaatkan CRA karena menurutnya CRA merupakan instrumen yang sangat detail terkait Assesment, kejelasan usulan kebijakan, dan dalam membuat regulasi sesuai dengan kebutuhan. Ia  pun berharap agar CRA dapat mendukung pengendalian regulasi di Indonesia agar Fraud dapat ditanggulangi di masa yang akan datang.