Jakarta, 26 Mei 2025 – Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Kesehatan, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang diwakilkan oleh Bapak Muttaqien, Bapak P.Agung Pambudhi, Bapak Niko, Bapak Mahesa, Bapak Hermansyah dan Bapak Syamsul, Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Kesehatan, serta perwakilan dari organisasi fasilitas kesehatan seperti PERSI, ARSSI, ARSADA, dan APKESMI.
RDP membahas sejumlah isu krusial dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di antaranya penyelesaian klaim pending dan dispute, peningkatan mutu layanan, serta kesiapan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Perwakilan DJSN, Muttaqien, dalam pemaparannya menegaskan bahwa selama 11 tahun berjalan, Program JKN telah memberi manfaat besar. “Sebelas tahun perjalanan JKN sudah sesuai jalur yang benar. Data menunjukkan sejak 2014 hingga April 2025, total Rp1.147 triliun telah dikeluarkan untuk membiayai JKN,” ujarnya.
Meski demikian, Muttaqien mengingatkan pentingnya memperkuat ketahanan dana program ke depan. “Tahun 2025 masih aman. Namun, pada 2026 diperlukan perhatian serius karena potensi terjadi defisit yang dapat menyebabkan gagal bayar. Jika itu terjadi, BPJS bisa mengalami utang ke fasilitas kesehatan dan kesulitan membayar klaim,” lanjutnya.
Ia menegaskan DJSN fokus pada tiga aspek strategis: perbaikan mutu layanan JKN, keberlanjutan program, dan pemerataan akses layanan kesehatan. Jika terjadi defisit aset, solusi yang memungkinkan menurut PP No. 87 Tahun 2013 adalah penyesuaian iuran, penyesuaian manfaat, dan bantuan pemerintah.
Dalam laporan DJSN, tingginya klaim pending dan dispute masih menjadi kendala utama di lapangan. Penyebabnya meliputi dokumen klaim tidak lengkap, indikasi fraud seperti upcoding, serta umpan balik verifikasi dari BPJS yang kurang jelas. Sebagai langkah konkret, DJSN menetapkan indikator kinerja baru, termasuk waktu penyelesaian klaim maksimal tiga bulan.
Terkait KRIS, DJSN menyoroti kesiapan rumah sakit yang masih beragam. Banyak fasilitas belum memenuhi standar 12 kriteria KRIS, seperti ventilasi, pencahayaan, dan infrastruktur kamar. Selain itu, sejumlah pemangku kepentingan meminta penerapan KRIS dilakukan secara bertahap dan tanpa menaikkan iuran atau menurunkan mutu layanan.
RDP ini menjadi momentum untuk memperkuat komitmen semua pihak dalam menjaga keberlanjutan dan kualitas layanan JKN di tengah dinamika sistem jaminan sosial kesehatan nasional.