Era Populasi Menua Jadi Tantangan Penyelenggaraan SJSN

Era Populasi Menua Jadi Tantangan Penyelenggaraan SJSN

Sama halnya seperti negara-negara lain di dunia, Indonesia saat ini akan memasuki periode ageing population atau populasi menua. Proyeksi Bank Dunia menunjukkan Indonesia akan memasuki era populasi menua mulai tahun 2030. 

Pada era tersebut, jumlah penduduk usia tua mulai mengalami peningkatan, sedangkan penduduk usia anak dan usia angkatan kerja mulai mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan rasio ketergantungan penduduk usia tua akan mengalami peningkatan pula. 

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 dapat diketahui bahwa kondisi saat ini memperlihatkan bahwa mayoritas angka kemiskinan pada masyarakat Indonesia berada pada usia lanjut. Indra Budi Sumantoro, Anggota DJSN dari unsur Tokoh dan/atau Ahli menyebutkan bahwa fenomena ini harus diantisipasi dari sekarang.  

“Pada saat itu akan semakin banyak orang tua yang bergantung kepada anaknya. Dari sisi kualitas kesejahteraan ekonomi akan menjadi kurang baik pada setiap keluarga. Hal ini tentu yang harus dipersiapkan dari sekarang. Kebutuhan akan perlindungan hari tua menjadi semakin penting,” ujar Indra pada diskusi online yang diselenggarakan Partai Solidaritas Indonesia, Jum'at (18/12).

Saat ini terdapat dua program perlindungan hari tua di Indonesia, yakni program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Ketentuan mengenai Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT diatur melalui Permenaker No. 2 Tahun 2022. Dalam Permenaker tersebut, pekerja yang mengalami PHK atau mengundurkan diri dapat mengajukan klaim manfaat JHT yang pembayarannya diberikan pada saat peserta memasuki usia 56 tahun. Menurut DJSN, aturan ini mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. 

Sebagai bentuk perlindungan kepada pekerja yang mengalami PHK, pemerintah telah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang memiliki manfaat berupa manfaat tunai selama maksimum 6 bulan dengan 45% upah selama 3 bulan pertama dan 25% upah selama 3 bulan berikutnya, manfaat pelatihan kerja, dan manfaat sistem informasi pasar kerja.

Selain program JKP, perlindungan lainnya bagi pekerja yang berhenti bekerja juga dapat diberikan oleh program lainnya, antara lain program pesangon, Kartu Prakerja dan kompensasi, serta UMi (Ultra Mikro) bagi pekerja yang ingin beralih profesi berwirausaha di bidang UMKM.

Indra juga menjelaskan bahwa seiring dengan berlakunya program JKP, SJSN menjadi paripurna dalam memberikan perlindungan sosial yang komprehensif bagi pekerja. Namun menurutnya, dalam implementasi jaminan sosial ketenagakerjaan saat ini terdapat beberapa hal yang perlu dioptimalisasi dan menjadi perhatian.

“Seperti koordinasi yang terpadu antar Kementerian/Lembaga untuk menginformasikan bentuk kanal perlindungan yang disediakan oleh Negara kepada setiap warganya. Di sisi lain juga perlu penegakan kepatuhan, mengingat masih banyak pekerja yang tidak didaftarkan oleh badan usaha ke dalam program jaminan sosial. Ataupun kecurangan lain seperti pekerja yang diminta untuk mengundurkan diri oleh perusahaan agar perusahaan tidak perlu membayar pesangon. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh pengawas, baik BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja, maupun oleh kita bersama,” jelas Indra.