DJSN Soroti Pentingnya Pembenahan Tata Kelola Jaminan Kesehatan

DJSN Soroti Pentingnya Pembenahan Tata Kelola Jaminan Kesehatan

Usulan revisi  UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) terus digulirkan sebagai upaya pembenahan tata kelola jaminan kesehatan (JKN). Pasalnya, tata kelola JKN saat ini dianggap masih belum optimal dan masih perlu disempurnakan. Hal ini disebutkan Asih Eka Putri, pada Dialog Kebijakan yang diadakan secara virtual pada Kamis (19/3).

“Peraturan JKN saat ini sangat bertingkat. Perlu pembenahan tata kelola agar tata kelola dapat sesuai dengan visi misi awal jaminan sosial nasional. Hal yang perlu kita perbaiki adalah implementasi tata kelola jaminan kesehatan. Seperti perlindungan financial yang disebabkan oleh sakit yang berdampak pada penguatan produktivitas. Sehingga kerangkanya harus sistematif dan solutif,” jelas Anggota DJSN unsur Tokoh dan/ unsur Ahli ini.

Asih juga menjelaskan perlunya pengembalian ke tata kelola jaminan sosial yang melibatkan unsur tripartism plus tenaga ahli. Yakni pengaturan jaminan sosial yang ditentukan oleh unsur tripartit dalam hubungan industri, yaitu pemerintah, pekerja, pemberi kerja dan juga tenaga ahli. “Ini yang harus diberdayakan sehingga penyelenggaraan jaminan sosial kita utamanya dapat menjalankan mandat dari para peserta,” tuturnya.

Melalui acara yang diselenggarakan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM ini juga Mickael Bobby Hoelman menyoroti pentingnya flexibilitas kepesertaan dalam membangun tata kelola SJSN yang bermutu, berkeadilan, dan akuntabel.

“Perlu banyak hal yang perlu diartikulasi seperti peserta bukan penerima upah. Hal ini perlu diperdalam dan perlu adanya penegasan sehingga sistem jaminan sosial ini tidak formalistik, tetapi dapat menjangkau sektor-sektor informal secara adil, bermutu dan akuntabel. Ada aspek keadilan bagi mereka yang tidak bekerja dalam konsep subsidi. Orang-orang yang terkena PHK juga diharapkan dapat bergerak dalam satu sistem jaminan sosial yang ramah terhadap sektor informal ini,” jelas Anggota DJSN unsur Tokoh dan/ unsur Ahli ini.

Aspek tata kelola kelembagaan juga menjadi hal lain yang disoroti mengingat masih lemahnya pengawasan program JKN dikarenakan wewenang DJSN sebagai pengawas eksternal BPJS yang masih lemah dalam UU SJSN. “Hal ini yang perlu dipertegas dalam revisi UU SJSN nantinya. DJSN merupakan dewan yang dibentuk dengan UU SJSN untuk melakukan sinkronisasi dan merumuskan kebijakan umum. Perlu adanya hubungan dan keterkaitan yang jelas antara DJSN, BPJS maupun Kementerian Kesehatan,” jelas Mickael.