DJSN Jelaskan Penguatan yang Diperlukan untuk Optimalisasi Program JHT dan JKP

DJSN Jelaskan Penguatan yang Diperlukan untuk Optimalisasi Program JHT dan JKP

Jakarta - Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Indra Budi Sumantoro mengungkapkan bahwa Pasca berlakunya PP nomor 60 dan Permenaker 19 Tahun 2015 tentang tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua  mayoritasnya klaim Jaminan Hari Tua (JHT) didominasi alasan mengundurkan diri, mulai dari 71,97% pada tahun 2016 hinga tahun 2020 mencapai 75,76%.

Karena sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, bahwa manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total.

"Misalnya Badan penyelenggara di negara Singapura, bisa mengambil JHT pada usia 55 tahun. Sedangkan di Malaysia usia minimum pencairan JHT adalah 50 tahun dengan persyaratan tertentu. Bahkan di Filipina JHT dapat diambil pada usia 60 Tahun" jelas Indra dalam acara Dewas BPJS Ketenagakerjaan Menyapa Indonesia, Rabu (16/2).

Upaya Pemerintah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT, agar program JHT dikembalikan sesuai dengan fungsinya karena kedepan akan ada program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan diimplementasikan mulai 22 Februari 2022.

"Jadi dengan adanya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut Pekerja yang mengalami PHK atau mengundurkan diri dapat mengajukan klaim manfaat JHT yang pembayarannya diberikan pada saat peserta memasuki usia 56 tahun".

Pemerintah telah memberikan banyak pilihan untuk perlindungan menyeluruh bagi pekerja yang berhenti bekerja  bukan hanya JHT.

"Misalnya Pekerja yang mengalami PHK bisa dapat JKP dan pesangon, Pekerja PKWT yang habis masa kerjanya atau pekerja yang mengundurkan diri bisa dapat Kartu Prakerja" ujar Indra.

Dalam acara tersebut Indra menjelaskan Penguatan yang diperlukan dalam upaya Harmonisasi dan Optimalisasi Kebijakan & Implementasi Program JHT & JKP mulai dari sisi regulasi, kepesertaan, iuran dan manfaat.

Dari aspek regulasi menurutnya perlu revisi ke-3 Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan dan revisi Perpres 109/2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial agar mewajibkan PPU-BU skala usaha mikro mengikuti program JKK, JKm, dan JHT agar eligible mengikuti program JKP.

Kemudian dari aspek kepesertaan perlu mendorong perlindungan paripurna bagi PPU-BU skala kecil & mikro, termasuk program JKP melalui keikutsertaan pada program JHT, sosialisasi yang masif terkait JHT dan JP bagi pekerja skala mikro dan kecil agar eligible mengikuti program JKP.