DJSN Bahas Pandangan Hukum Tata Negara terkait Implementasi Layanan Syariah Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

DJSN Bahas Pandangan Hukum Tata Negara terkait Implementasi Layanan Syariah Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Jakarta - Dewan Jaminan Sosial Nasional menggelar rapat secara daring dalam rangka membahas pandangan hukum tata negara terkait implementasi layanan syariah jaminan sosial ketenagakerjaan

Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN, Iene Muliati menyebutkan master plan ekonomi dan keuangan syariah (2019-2024 (p.238) mengamanatkan agar BPJS Ketenagakerjaan melakukan ekstensifikasi produk jaminan sosial ketenagaerjaan berbasis syariah.

DJSN telah menerima desain peta jalan layanan syariah yang disampaikan oeh Direksi BPJS Ketenagakerjaan, namun DJSN berpandangan bahwa peta jalan masih perlu dilengkapi dengan kajian yang lebih detail terkait aspek regulasi, kepesertaan, program, aset dan investasi, laporan keuangan, institusional dan SDM, proses bisinis dan TI, sosialisasi dan edukasi publik serta monitoring dan evaluasi.

Penerapan prinsip syariah jaminan sosial ketenagakerjaan diimplementasikan pada tataran layanan dengan memberikan pilihan opsi layanan konvensional/syariah. Selanjutnya tidak ada ketentuan yang menyebutkan tentang larangan dengan menggunakan prinsip syariah dalam operasional BPJS Ketenagakerjaan.

Prof. Jimly Asshiddiqie berpendapat mengenai layanan syariah BPJS Ketenagakerjaan bahwa harus dilihat dulu apakah boleh merujuk kepada status Daerah Istimewa sehingga layanan syariah ini boleh beda dengan daerah lain. kalau dalam Undang-undang pemerintahan Aceh layanan syariah BPJS Ketenagakerjaan ini tidak disebut berarti harus tunduk kepada Undang-Undang Nasional.

"Sepanjang menyangkut ketentuan Undang-Undang terkait syariah ini tidak ada pemberlakuan khusus hanya bagi orang Islam sebagai subjeknya. Harus ada penjaminan orang, agama apapun boleh memilih syariah dan tidak boleh juga mengharamkan yang konvensional.

Terkait layanan syariah BPJS Ketenagakerjaan ini idealnya dasar hukumnya berbentuk Undang-Undang Omnibus Keuangan, peraturan pemerintah atau membuat Policy Rules.

"Sepanjang menyangkut administrasi operasional layanan bisa juga dituangkan dalam bentuk Peraturan Direksi," ujar Prof Jimly.

Menanggapi hal itu, Iene sepekat bahwa diperlukan dasar hukum atau payung hukum. Oleh sebab itulah DJSN mengadakan rapat ini untuk mengharmonisasi regulasi dan sinkronisasi kebijakan.

 

Angggota DJSN Indra Budi Sumantoro menambahkan kita menginginkan layanan syariah ini sifatnya adalah inklusif tidak hanya ekslusif oleh karenanya regulasi harus pada tatanan Peraturan Pemerintah karena Peraturan Pemerintah berlaku nasional.

 

"DJSN tentu ingin memastikan bahwa pemerintah sudah menyiapkan semua mitigasi risiko jika terjadi sesuatu kedepannya." ujar Iene.

 

Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Zuhri

mengatakan untuk uji coba pelaksanaan layanan syariah di Aceh maupun nasional memang memerlukan payung hukum yang jelas. Namun kita harus merumuskan secara bersama apakah jenisnya adalah PP, Permen atau PerDJSN.

 

Rapat yang dihadiri Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Dalam Negeri, DJSN, BPJS Ketenagakerjaan, KNEKS, Pakar Hukum Tata Negara menghasilkan kesimpulan :

1. Diperlukan tinjauan naskah akademik yang sudah ada secara jelas dan detail terkait penerapan layanan syariah jaminan sosial bidang keenagakerjaan termasuk tinjauan hukum dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan.

2. Pengembangan layanan syariah jaminan sosial ketenagakerjaan pada lingkup nasional harus berlandaskan hukum dan regulasi yang jelas dengan adanya harmonisasi peraturan tingkat PP sebagai payung hukum implementasi layanan syariah.

3. Harmonisasi peraturan tingkat PP sebagaimana dimaksud poin 2 mencakup perubahan PP pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan dan perubahan PP Penyelenggaraan Program JHT, JKK, JKm, JP, dan JKP.

4. DJSN akan menjadwalkan pertemuan lintas Kementerian/Lembaga terkait minggu depan untuk membahas dasar hukum yang bersifat temporer untuk pelaksanaan layanan syariah jaminan sosial ketenagakerjaan. Dasar hukum yang bersifat temporer harus dipastikan tidak melanggar UU SJSN beserta Peraturan turunannya.